Cash is King : Menentukan Porsi Uang Tunai yang Pas di Kantong Investasi Anda Saat Ini

Beberapa waktu belakangan ini, mungkin Anda mendengar kabar gembira dari dunia pasar saham di Indonesia. Setelah sempat lesu di awal tahun 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang jadi acuan utama kondisi bursa kita, terlihat mulai bangkit lagi memasuki awal Mei ini. Senyum investor mulai merekah. Tapi, di tengah kabar baik ini, mungkin ada sedikit rasa was-was yang tersisa. Maklum, awal tahun kemarin cukup banyak “drama” : ada kabar rencana Presiden AS Donald Trump mau mengenakan tarif impor tinggi (sampai 32%!) untuk barang dari Indonesia dan negara lain, ada juga cerita daya beli masyarakat kita yang katanya lagi menurun, belum lagi soal proyek raksasa “Danantara” yang masih jadi tanda tanya besar.

Nah, dengan kondisi pasar yang baru mulai pulih tapi masih ada awan mendung ini, muncul pertanyaan penting: perlukah kita tetap menyimpan cukup banyak uang tunai (cash) atau lebih baik langsung tancap gas borong investasi seperti saham? Istilah lama “Cash is King” atau “Uang Tunai adalah Raja” jadi relevan lagi untuk dibahas. Apakah menyimpan uang tunai masih jadi strategi jitu sekarang?

Situasinya memang campur aduk. Di satu sisi, pasar saham yang mulai hijau lagi tentu menggoda untuk ikut ambil bagian. Tapi di sisi lain, ancaman tarif impor dari Trump itu bukan main-main. Kalau benar terjadi, bisa-bisa harga barang naik (inflasi), nilai tukar Rupiah goyang, dan perusahaan yang banyak jualan ke luar negeri bisa terganggu. Ditambah lagi, data awal tahun menunjukkan masyarakat kita agak ngerem belanja, meski ada harapan kondisi membaik karena beberapa bank besar mau bagi-bagi keuntungan (dividen) besar ke pemegang sahamnya, yang bisa menambah uang beredar. Proyek Danantara juga, walau disebut-sebut bisa bikin ekonomi ngebut, suksesnya masih perlu dibuktikan. Karena itulah, memutuskan seberapa banyak uang tunai yang perlu disimpan jadi mirip memilih antara sedia payung sebelum hujan atau langsung lari mengejar pelangi.

Cash is King : Kenapa Punya Uang Tunai / Cash Itu Penting Buat Investor ?

Sebelum pusing mikirin berapa banyak uang tunai yang pas, kita perlu ingat dulu kenapa sih menyimpan uang tunai itu penting dalam berinvestasi. Uang tunai itu bukan cuma sisa uang jajan yang belum dibelikan saham atau reksa dana. Pertama, uang tunai itu ibarat dana darurat versi investasi. Sama seperti kita sedia uang tunai di rumah untuk kebutuhan mendadak (misalnya atap bocor atau anak sakit), dalam investasi, uang tunai siap pakai itu penting. Kalau tiba-tiba butuh uang cepat, kita tidak perlu panik jual investasi kita saat harganya lagi jelek. Jadi, kita lebih leluasa secara finansial.

Kedua, uang tunai itu seperti “amunisi” untuk berburu diskon. Pasar saham itu kadang naik, kadang turun. Nah, saat pasar lagi turun drastis (sering disebut ‘koreksi’), harga saham-saham bagus bisa jadi murah meriah. Investor yang punya simpanan uang tunai siap pakai bisa memanfaatkan momen ini untuk ‘borong’ saham bagus dengan harga diskon. Ibaratnya, Anda punya tabungan ekstra saat mal lagi ada midnight sale besar-besaran. Kesempatan emas seperti ini sering terlewat kalau semua uang sudah dipakai investasi. Apalagi kalau isu tarif impor nanti bikin pasar goyang lagi, punya amunisi jadi penting.

Ketiga, uang tunai itu bisa jadi peredam guncangan dan pelindung modal. Kalau kita merasa kondisi pasar lagi nggak pasti atau harga-harga investasi sudah terlalu mahal, menambah porsi uang tunai bisa bikin nilai total investasi kita tidak terlalu anjlok kalau pasar tiba-tiba turun. Uang tunai memang tidak kasih untung besar, tapi nilainya relatif stabil dibanding saham yang harganya bisa naik-turun drastis. Ini penting banget buat orang yang tidak mau ambil risiko terlalu besar atau yang butuh uangnya dalam waktu dekat.

Terakhir, punya simpanan uang tunai bisa bikin tidur lebih nyenyak. Serius! Tahu bahwa tidak semua uang kita ada di investasi yang harganya bisa berubah-ubah tiap hari itu bisa mengurangi rasa cemas saat pasar lagi bergejolak. Kalau kita lebih tenang, kita bisa membuat keputusan investasi yang lebih masuk akal, bukan karena panik sesaat.

Tapi, Kebanyakan Pegang Uang Tunai Juga Ada Ruginya Lho !

Meskipun penting, menyimpan uang tunai terlalu banyak juga ada minusnya. Mirip pisau bermata dua. Kenapa? Alasan utamanya adalah kita bisa ketinggalan kereta (keuntungan). Saat pasar saham lagi naik kencang, seperti yang terjadi belakangan ini, uang tunai kita yang cuma diam di rekening atau deposito ya tidak ikut merasakan untungnya. Semakin lama uang itu ‘nganggur’, semakin banyak potensi keuntungan yang mungkin hilang. Kalau terlalu takut ambil risiko, bisa-bisa kita cuma jadi penonton saat yang lain panen untung.

Selain itu, ada musuh tak terlihat bernama inflasi. Inflasi itu artinya harga-harga barang naik terus seiring waktu. Uang Rp 100.000 hari ini mungkin bisa beli lebih banyak barang daripada Rp 100.000 setahun lagi. Nah, kalau uang tunai kita cuma disimpan saja, nilainya pelan-pelan tergerus oleh inflasi. Bunga bank atau deposito kadang tidak cukup untuk mengimbangi kenaikan harga-harga. Apalagi kalau nanti tarif impor benar-benar bikin harga barang makin mahal, nilai uang tunai kita bisa makin terasa menyusut.

Ditambah lagi, uang tunai atau simpanan di bank biasanya memberikan imbal hasil yang sangat kecil dibandingkan potensi keuntungan jangka panjang dari investasi seperti saham perusahaan bagus atau obligasi (surat utang). Jadi, terlalu banyak menyimpan uang tunai sama saja mengorbankan kesempatan untuk mengembangkan uang kita lebih banyak di masa depan.

Klik disini untuk Konsultasi Investasi Saham 1-On-1

Jadi, Seberapa Banyak Uang Tunai yang Pas Buat Saya?

Nah, ini pertanyaan intinya. Berapa persen dari total dana investasi kita yang sebaiknya disimpan dalam bentuk uang tunai? Jawabannya: tidak ada angka pasti yang cocok untuk semua orang. Jumlah yang pas itu sangat tergantung pada kondisi pribadi masing-masing. Ada beberapa hal yang perlu Anda pertimbangkan. Pertama, seberapa berani Anda ambil risiko? Apakah Anda tipe orang yang deg-degan kalau lihat nilai investasi turun sedikit (tipe konservatif), atau justru santai saja karena yakin nanti akan naik lagi (tipe agresif)? Semakin berani ambil risiko, biasanya semakin sedikit porsi uang tunai yang disimpan.

Kedua, untuk berapa lama Anda berinvestasi? Kalau Anda investasi untuk tujuan jangka panjang, misalnya untuk dana pensiun puluhan tahun lagi, Anda punya banyak waktu untuk ‘sembuh’ kalau pasar sempat turun. Jadi, mungkin tidak perlu terlalu banyak simpan uang tunai. Tapi kalau Anda butuh uangnya dalam 1-3 tahun ke depan, misalnya untuk DP rumah atau biaya sekolah anak, sebaiknya simpan porsi uang tunai yang lebih besar agar nilainya tidak keburu turun saat dibutuhkan.

Ketiga, bagaimana perkiraan Anda tentang kondisi pasar ke depan? Kalau Anda optimis pasar akan terus naik, mungkin Anda akan mengurangi simpanan uang tunai. Tapi kalau Anda lebih khawatir soal ancaman tarif impor atau ekonomi global, mungkin Anda lebih nyaman menyimpan uang tunai lebih banyak. Tidak masalah punya pandangan berbeda, yang penting Anda punya alasan yang masuk akal.

Terakhir, dan ini penting, pastikan Anda sudah punya dana darurat yang terpisah dari dana investasi. Dana darurat ini untuk kebutuhan hidup 6-12 bulan ke depan, disimpan di tempat yang sangat aman dan mudah diambil. Jangan campurkan dana darurat ini dengan uang tunai yang Anda siapkan untuk ‘berburu’ saham murah nanti.

Prinsip Cash is King di Situasi Pasar Sekarang (April – Mei 2025)

Melihat kondisi pasar saat ini (akhir April 2025 – pertengahan Mei 2025) yang lagi mulai ceria tapi masih ada potensi ‘hujan badai’ (risiko tarif, daya beli belum pulih total), strategi menyimpan uang tunai perlu sedikit penyesuaian. Bagi Anda yang cukup berani dan punya tujuan investasi jangka panjang, mungkin bisa mulai mengurangi sedikit porsi uang tunai untuk ikut merasakan kenaikan pasar. Tapi, jangan habiskan semua! Sisakan sebagian sebagai ‘amunisi’ kalau-kalau pasar goyang lagi karena isu tarif misalnya. Uang hasil pembagian dividen bank bisa juga langsung diinvestasikan lagi. Batas menggunakan cash untuk digunakan untuk beli saham ketika turun adalah 80-90%. Artinya, misal kita memiliki uang cash sebesar 10 juta, gunakan maksimal 8-9 juta untuk beli saham, sisanya digunakan untuk amunisi ketika ternyata kedepannya sahamnya lanjut turun.

Bagi Anda yang lebih hati-hati atau butuh uangnya dalam waktu tidak terlalu lama, menjaga porsi uang tunai sedikit lebih banyak dari biasanya mungkin pilihan bijak. Ini memberi Anda rasa aman dan kesempatan untuk membeli investasi dengan harga lebih baik jika pasar nanti turun lagi. Yang penting, jangan ikut-ikutan teman atau berita tanpa pertimbangan matang (istilahnya FOMO atau Fear of Missing Out). Tetap pegang rencana awal sesuai profil risiko Anda.

Intinya, di kondisi sekarang, anggap uang tunai itu bukan cuma ‘ban serep’, tapi alat yang bisa dipakai secara taktis. Siapkan, tapi gunakan saat momennya tepat, entah itu untuk membeli saat harga murah atau sekadar jadi penenang saat pasar lagi tidak menentu. Porsi uang tunai ini tidak perlu kaku, bisa disesuaikan secara berkala (misalnya tiap 3 atau 6 bulan sekali) tergantung kondisi pasar dan kebutuhan Anda.

Mau belajar saham lebih lanjut? Yuk kunjungi Channel YouTube Todopedia untuk video-video investasi terbaru !!

Kesimpulan : Cash is King itu Sangat Penting, Tapi Jangan Berlebihan

Jadi, apakah “Cash is King”? Mungkin tidak selalu jadi raja mutlak di setiap saat. Tapi, menganggap uang tunai tidak penting sama sekali dalam investasi jelas keliru. Di tengah kondisi pasar April 2025 yang sedang mencoba bangkit namun masih dibayangi berbagai ketidakpastian, uang tunai tetaplah jadi bagian penting dari strategi investasi yang sehat. Ia memberikan rasa aman, keluwesan, dan kesempatan.


Baca Artikel Lainnya