Nasib Saham Batubara di Era Energi Terbarukan : Masih Ada Harapan atau Siap-Siap Ditinggalkan?

Belakangan ini, kita sering dengar ya, soal isu pemanasan global dan ajakan untuk beralih ke energi yang lebih ramah lingkungan, sering disebut Energi Baru Terbarukan (EBT) – contohnya seperti tenaga surya atau angin. Banyak negara maju, perusahaan besar, dan investor global mulai ramai-ramai mengurangi penggunaan energi ‘kotor’ seperti batu bara. Ada juga tren investasi yang memperhatikan faktor Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola perusahaan, atau biasa disingkat ESG. Nah, karena batu bara dianggap kurang ramah lingkungan, sentimen atau pandangan orang terhadap perusahaan batu bara jadi agak negatif. Akibatnya, saham-saham perusahaan batu bara jadi terasa kurang populer dibandingkan dulu, bahkan ada investor besar yang mulai menjual saham-saham ini. Melihat kondisi ini, wajar kalau investor pemula jadi bertanya-tanya, “Wah, apa berarti investasi di saham batubara ini sudah nggak ada masa depannya ya?”

Sebagai orang yang sudah cukup lama mengamati pasar saham, saya bisa bilang ceritanya tidak sesederhana itu. Memang benar, arah dunia jangka panjangnya menuju energi yang lebih bersih. Tapi, menyatakan bahwa riwayat batu bara akan langsung tamat besok pagi itu terlalu cepat. Ada banyak faktor lain yang perlu kita lihat, terutama kondisi di negara kita sendiri, Indonesia. Mari kita coba bedah pelan-pelan.

Tapi Kenapa Sih Batubara Masih Dipakai Banget di Indonesia?

Ini pertanyaan penting. Kalau memang dunia bergerak ke arah EBT, kenapa Indonesia masih sangat bergantung pada batu bara untuk listriknya? Nah, ada beberapa alasan kuat kenapa batu bara masih jadi pilihan utama di negeri kita saat ini, dan ini sekaligus menjelaskan keunggulannya dibandingkan EBT dalam konteks sekarang:

Pertama, soal ketersediaan dan harga. Indonesia itu ibaratnya ‘kaya raya’ batu bara. Cadangannya melimpah ruah di berbagai pulau. Karena barangnya banyak di dalam negeri, ongkosnya jadi relatif lebih murah dibandingkan sumber energi lain untuk menghasilkan listrik dalam jumlah besar. Membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara, meskipun butuh investasi besar di awal, biaya operasional per unit listriknya saat ini masih dianggap paling ekonomis dibandingkan membangun, misalnya, ladang panel surya raksasa yang dilengkapi baterai super mahal untuk menyimpan energinya. Jadi, alasan utama adalah batu bara itu saat ini pilihan paling terjangkau untuk listrik skala besar di Indonesia.

Kedua, soal keandalan dan kestabilan. Listrik itu kan kebutuhannya harus ada terus-menerus, 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Pabrik butuh listrik stabil, rumah sakit butuh listrik non-stop, rumah kita pun nggak mau kan listriknya byar-pet? Nah, PLTU batu bara bisa diandalkan untuk menghasilkan listrik secara terus-menerus tanpa henti, siang maupun malam, hujan maupun panas. Ini berbeda dengan EBT seperti tenaga surya yang hanya bisa menghasilkan listrik saat ada matahari, atau tenaga angin yang butuh angin bertiup. Sifat EBT yang ‘tidak nyala terus’ ini disebut intermittency. Untuk mengatasi ini, EBT butuh teknologi penyimpanan seperti baterai raksasa yang harganya masih sangat mahal. Jadi, keunggulan batu bara di sini adalah kemampuannya menyediakan pasokan listrik yang stabil dan bisa diandalkan (reliable) kapan saja dibutuhkan.

Ketiga, infrastruktur sudah siap dan dampak ekonominya. Selama puluhan tahun, Indonesia sudah membangun banyak sekali PLTU, jalur kereta api khusus batu bara, pelabuhan untuk mengangkutnya, dan jaringan listrik yang dirancang untuk menerima pasokan dari PLTU. Semua infrastruktur ini sudah ada dan berjalan. Menggantinya dengan infrastruktur baru untuk EBT butuh biaya dan waktu yang sangat besar. Selain itu, industri batu bara ini juga menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan pemasukan yang tidak sedikit untuk negara melalui pajak dan royalti. Faktor-faktor inilah yang membuat peralihan dari batu bara tidak bisa dilakukan secara instan.

Mau belajar lebih dalam tentang prospek saham batubara ? Cek Artikel Premium ini

Energi Baru Terbarukan Memang Bagus, Tapi Gantiin Batubara Nggak Semudah Itu Lho

Meskipun EBT itu bagus untuk lingkungan, proses menggantikan peran batu bara sepenuhnya itu penuh tantangan. Tadi sudah disinggung soal biaya EBT plus penyimpanannya yang masih mahal dan sifatnya yang tidak stabil 24/7. Selain itu, membangun proyek EBT skala besar (misalnya ladang angin atau surya raksasa) butuh lahan yang sangat luas, dan urusan pembebasan lahan di Indonesia seringkali tidak mudah. Jaringan listrik kita juga perlu di-upgrade besar-besaran agar bisa menerima pasokan listrik dari banyak sumber EBT yang tersebar dan sifatnya naik-turun. Ini semua butuh perencanaan matang, teknologi canggih, investasi triliunan Rupiah, dan waktu yang tidak sebentar. Jadi, meskipun tujuannya baik, proses transisinya pasti akan bertahap.

energi terbarukan

Di Luar Negeri (Asia), Batubara Indonesia Masih Laku Keras

Faktor lain yang membuat batu bara belum ‘mati’ adalah permintaan dari negara-negara lain, terutama di Asia. Negara seperti India, Tiongkok, Vietnam, Filipina, itu ekonominya sedang tumbuh pesat dan butuh energi sangat banyak. Bagi mereka, energi yang murah dan andal seringkali jadi prioritas utama untuk membangun pabrik dan mensejahterakan rakyatnya, meskipun mereka juga mulai melirik EBT. Nah, Indonesia sebagai salah satu produsen batu bara terbesar dan lokasinya dekat dengan negara-negara ini, menjadi pemasok utama. Selama negara-negara ini masih butuh banyak batu bara, perusahaan batu bara kita masih punya pasar ekspor yang besar. Ini semacam ‘napas tambahan’ bagi industri batu bara kita untuk beberapa waktu ke depan.

Perusahaan Batubara Nggak Tinggal Diam, Mereka Coba Berubah Juga!

Perusahaan batu bara yang bagus tentu sadar dengan perubahan zaman ini. Mereka tidak mau ketinggalan kereta. Beberapa perusahaan besar mulai melakukan diversifikasi, artinya mereka mencoba masuk ke bisnis lain di luar batu bara. Ada yang mulai menambang nikel (yang justru dibutuhkan untuk baterai mobil listrik), ada yang mulai membangun pembangkit listrik tenaga surya atau air sendiri, ada juga yang fokus membuat produk turunan batu bara yang lebih bernilai tambah. Selain itu, mereka juga terus berusaha agar proses penambangannya lebih efisien sehingga biaya produksinya makin murah. Tentu tidak semua perusahaan batu bara melakukan ini, tapi ini menunjukkan adanya upaya adaptasi dari sebagian pemain besar.

Jadi, Beli Saham Batubara Masih Oke Nggak Sih Buat Investor?

Ini bagian penting buat Anda sebagai investor pemula. Dengan semua cerita tadi, apakah saham batubara masih layak dibeli? Jawabannya: tergantung. Di satu sisi, karena sentimen negatif tadi, harga saham batu bara kadang bisa jadi ‘murah’ dibandingkan keuntungan yang masih bisa mereka hasilkan. Beberapa perusahaan batu bara yang keuangannya kuat dan efisien juga rajin bagi-bagi dividen (bagian keuntungan perusahaan untuk pemegang saham) yang jumlahnya lumayan besar. Bagi investor yang mencari keuntungan rutin dari dividen, ini bisa menarik. Ini kadang disebut strategi contrarian, yaitu berani mengambil posisi yang berbeda dari kebanyakan orang, dengan harapan pasar salah menilai.

Tapi di sisi lain, risikonya juga nyata. Tren jangka panjangnya memang menuju penurunan penggunaan batu bara. Harga batu bara sendiri bisa naik-turun drastis tergantung kondisi ekonomi global. Ada juga risiko peraturan pemerintah yang mungkin makin ketat terhadap industri ini. Jadi, ini jelas bukan tipe saham yang bisa dibeli lalu dilupakan untuk 20-30 tahun ke depan (‘buy and hold forever’). Jika Anda tertarik, Anda perlu:

  • Pilih perusahaan yang fundamentalnya kuat (utangnya tidak banyak, biaya produksinya rendah).
  • Perhatikan strategi adaptasi dan diversifikasi perusahaan tersebut.
  • Pahami bahwa harganya bisa sangat fluktuatif (naik-turunnya kencang).
  • Siap untuk terus memantau perkembangan industrinya.
  • Jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang (lakukan diversifikasi ke saham sektor lain juga).
saham batubara

Mau belajar saham lebih lanjut? Yuk kunjungi Channel YouTube Todopedia untuk video-video investasi terbaru !!

Kesimpulan : Masa Depan Saham Batubara Memang Redup, Tapi Lampunya Belum Padam Kok

Jadi, kesimpulannya bagaimana? Memang benar, masa depan industri batu bara dalam jangka sangat panjang terlihat redup seiring dengan gerakan dunia menuju energi bersih. Istilahnya, ‘senjakala’ atau matahari terbenamnya pasti akan datang. Tapi, melihat kondisi di Indonesia yang masih sangat bergantung padanya, permintaan dari negara Asia lain yang masih kuat, dan tantangan transisi EBT yang tidak mudah, proses ‘matahari terbenam’ ini sepertinya akan berjalan sangat lambat. Lampunya belum akan padam dalam waktu dekat.


Baca Artikel Lainnya